Halaman

Selasa, 17 Desember 2013

Habib Naufal bin Muhammad al ‘Aydrus


Habib Novel bin Muhammad al 'Aidrus
Beliau; Habib Naufal bin Muhammad al ‘Aydrus ~ الحبيب نوفل ابن محمّد العيدروس - akrab dipanggil Habib Novel atau Habib Noval - adalah putra pertama pasangan Muhammad al ‘Aydrus dengan Luluk al Habsyi. Ia merupakan alumnus SD dan SMP di Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro Solo. Lulusan SMAN 2 Solo itu kemudian melanjutkan ke Pesantren Darul Lughah wad Dakwah yang terletak di Desa Raci, Pasuruan, Jatim.
“Saya sebenarnya ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya tidak mendapatkan izin Ibu. Beliau tidak ingin saya pergi jauh darinya. Akhirnya saya berangkat ke Pesantren Darul Lughah wad Dakwah. Pesantren tersebut diasuh oleh almarhum Ustad Hasan Baharun,” terang suami Fatimah Qonita itu.
Ayahanda Ahmad Anis, Nur’aliyah dan ‘Ali ‘Abdul Qadir tersebut mengatakan ibunya hanya mengizinkan dirinya belajar di pesantren tersebut selama enam bulan. Ditambah masa percobaan satu bulan, akhirnya Habib Novel menjadi santri selama 7 bulan.
Sulung dari tiga bersaudara itu sama sekali belum mengenal kehidupan pesantren dan bahasa Arab. Habib Novel pun berusaha untuk mempelajari bahasa Arab dengan sebaik-baiknya. Sebab, almarhum kakeknya, Habib Ahmad bin Abdurrahman al ‘Aydrus yang tinggal di Kudus, pernah berkata, ”Jika kamu mampu menguasai bahasa Arab, maka kamu telah menguasai setengah ilmu.”
“Setiap hari saya paksakan diri saya untuk menghapalkan kurang lebih 90 kata kerja. Di atas tempat tidur, kamus kata kerja hampir tidak pernah berpisah dengan diri saya. Alhamdulillah, dalam waktu dua bulan saya sudah dapat bercakap-cakap dengan bahasa Arab,” jelasnya.
Sepulang dari Pesantren Darul Lughah wad Dakwah, Habib Novel kembali melanjutkan kebiasaannya semasa di Solo yaitu senang pergi ke Masjid Riyadh. Sejak kelas 2 SD dia telah akrab dengan Masjid Riyadh. Dahulu, setiap hari, menjelang maghrib, Habib Novel biasa berjalan kaki menuju Masjid Riyadh untuk Salat Maghrib, mengikuti tadarus al Quran, pembacaan Ratib dan Salat Isya berjamaah. Hal itu dilakukannya bertahun-tahun hingga sebelum ke pesantren. Dia mengaku pembacaan Maulid Simtud Durar setiap malam Jumat adalah ruhnya. Begitu kembali di Solo, Habib Novel segera mengikuti pengajian umum yang diselenggarakan Habib Anis. Setiap hari sejak 1995 hingga beliau wafat dia belajar di sana.
“Habib Anis menyebut saya sebagai muridnya. Bagi saya itu menjadi sebuah kebahagiaan,” tambahnya.
Penulis buku Mana Dalilnya itu merasakan manfaat besar dari mengikuti majelis di Masjid Riyadh. Kini, Habib Novel menjadi penceramah, penterjemah dan penulis. Semua itu tidak terlepas dari peran Habib Anis.
Habib Novel bersyukur Allah memperkenankannya menyampaikan ilmu Nabi Muhammad. Dia berdakwah dari satu masjid ke masjid yang lain, dari satu kantor ke kantor yang lain dan dari satu rumah ke rumah yang lain.
Ke depan Habib Novel ingin ada Aswaja Call Center sebagai tempat bertanya bagi masyarakat tentang berbagai persoalan. Sehingga orang tidak bingung ketika memiliki permasalahan tentang agama. Untuk mendukung itu, perlu ustad yang kompeten dan referensi. Selain itu, jika ada operator nakal supaya segera ditindak.
Keinginan Habib Novel lainnya yaitu adanya sebuah masjid di Jl Slamet Riyadi. Dia sudah menyampaikan kepada Walikota dan tokoh-tokoh sderta orang-orang yang punya uang agar ada masjid di Jl. Slamet Riyadi. “Sungguh sangat disayangkan, di Solo, umat Islam adalah terbesar jumlahnya. Tapi di sepanjang jalan protokol di perkotaan tidak ada masjid. Yang ada masjid sekolahan. Masjid Agung memang sudah ada tapi aksesnya sulit dan keindahannya ditutupi banyak bangunan,” papar lelaki yang pernah menjajakan susu sapi segar dari satu tempat ke tempat lainnya.

Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan


Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan

Kemampuannya sebagai dai bukan hanya karena dia adalah cucu Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, “Singa Podium” dan pejuang dakwah di Betawi tahun 1906-1969. Tapi juga karena sedari kecil dia memang telah tertempa dalam lingkungan pendidikan yang sarat religius.

Wajah dai yang satu ini tentu sudah banyak dikenal kalangan habaib dan muhibbin yang ada di Indonesia. Usianya masih relatif muda, 31 tahun, namun reputasinya sebagai ulama dan muballig sudah diakui kaum muslimin. Tidak saja di Jakarta, tapi juga di banyak majelis haul dan Maulid yang digelar di berbagai tempat – seperti Gresik, Surabaya, Solo, Pekalongan, Tegal, Semarang, Bandung, Palembang, Pontianak dan Kalimantan. Hampir semua daerah di negeri ini sudah dirambahnya.Kemampuannya sebagai dai bukan hanya karena dia adalah cucu Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, “Singa Podium” dan pejuang dakwah di Betawi tahun 1906-1969. Tapi juga karena sedari kecil dia memang telah tertempa dalam lingkungan pendidikan yang sarat religius.

Wajah ulama muda yang shalih ini tampak bersih. Tutur katanya halus, dengan gaya berceramahnya yang enak didengar dan mengalir penuh untaian kalam salaf serta kata-kata mutiara yang menyejukkan para pendengarnya. Seperti kebanyakan habib, dia pun memelihara jenggot, dibiarkannya terjurai.


Habib Jindan, putra Habib Novel bin Salim bin Jindan Bin Syekh Abubakar, adalah salah seorang ulama yang terkenal di Jakarta. Ia juga dikenal sebagai penerjemah bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang andal. “Ketika dia menerjemahkan taushiyah gurunya, Habib Umar bin Hafidz, makna dan substansinya hampir sama persis dengan bahasa aslinya. Bahkan waktunya pun hampir sama dengan waktu yang digunakan oleh Habib Umar,” tutur Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf di Jakarta.

Berkah Ulama dan Habaib

Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan lahir di Sukabumi, pada hari Rabu 10 Muharram 1398 atau 21 Desember 1977. Sejak kecil ia selalu berada di lingkungan majelis ta’lim, yang sarat dengan pendidikan ilmu-ilmu agama. “Waktu kecil saya sering diajak ke berbagai majelis ta’lim di Jakarta oleh abah saya, Habib Novel bin Salim bin Jindan. Dari situ saya mendapat banyak manfaat, antara lain berkah dari beberapa ulama dan habaib yang termasyhur,” kenang bapak lima anak (empat putra, satu putri) ini kepada alKisah. Ayahandanya memang dikenal sebagai muballigh yang termasyhur. Pengalaman masa kecil itu pula yang mendorongnya selalu memperdalam ilmu agama.

Ketika ia berumur dua tahun, keluarganya tinggal di Pasar Minggu, bersebelahan dengan rumah keluarga Habib Salim bin Toha Al-Haddad. Pada umur lima tahun, ia dititipkan untuk tinggal di rumah Habib Muhammad bin Husein Ba'bud dan putranya, Habib Ali bin Muhammad bin Husein Ba’abud, di Kompleks Pondok Pesantren Darun Nasyi’ien (Lawang, Malang). “Di Lawang, sehari-hari saya tidur di kamar Habib Muhammad Ba’bud. Selama di sana, dibilang mengaji, tidak juga. Namun berkah dari tempat itu selama setahun saya tinggal, masih terasa sampai sekarang,” ujarnya dengan senyum khasnya  Menginjak umur enam tahun, ia ikut orangtuanya pindah ke Senen Bungur. Ia mengawali belajar di SD Islam Meranti, Kalibaru Timur (Bungur, Jakarta Pusat). Ia juga belajar diniyah pada sebuah madrasah yang diasuh oleh Ustadzah Nur Baiti.

Kemudian dia melanjutkan ke tingkat tsanawiyah di Madrasah Jami’atul Kheir, Jakarta, hingga tingkat aliyah, tapi tidak tamat. Selama di Jami'at Kheir, banyak guru yang mendidiknya, seperti Habib Rizieq Shihab, Habib Ali bin Ahmad Assegaf, K.H. Sabillar Rosyad, K.H. Fachrurazi Ibrahim, Ustadz Syaikhon Al-Gadri, Ustadz Fuad bin Syaikhon Al-Gadri, dan lain-lain.

Sejak muda, sepulang sekolah ia selalu belajar pada habaib dan ulama di Jakarta, seperti di Madrasah Tsaqafah Islamiyah, yang diasuh Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf dan putranya, Ustadz Abu Bakar Assegaf. Habib Jindan juga pernah belajar bahasa Arab di Kwitang (Senen, Jakarta Pusat) di tempat Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi, dengan ustadz-ustadz setempat.

Selain itu pada sorenya ia sering mengikuti rauhah yang digelar oleh Majelis Ta’lim Habib Muhammad Al-Habsyi. Di majelis itu, banyak habib dan ulama yang menyampaikan pelajaran-pelajaran agama, seperti Habib Abdullah Syami’ Alattas, Habib Muhammad Al-Habsyi, Ustadz Hadi Assegaf, Habib Muhammad Mulachela, Ustadz Hadi Jawwas, dan lain-lain.

Beruntung, karena sering berada di lingkungan Kwitang, ia banyak berjumpa para ulama dari mancanegara, seperti Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Habib Ja’far Al-Mukhdor, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, dan masih banyak lainnya.

Pada setiap Ahad pagi, ia hadir di Kwitang bersama abahnya, Habib Novel, yang juga selalu didaulat berceramah. Sekitar 1993, ia bertemu pertama kali dengan Habib Umar Hafidz di Majlis Ta’lim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang) saat pengajian Ahad pagi. Pertemuan kedua terjadi saat Habib Umar bin Salim Al-Hafidz berkunjung ke Jami’at Kheir. Saat itu yang mengantar rombongan Habib Umar adalah Habib Umar Mulachela dan Ustadz Hadi Assegaf.

Uniknya, satu-satunya kelas yang dimasuki Habib Umar adalah kelasnya, padahal di Jami’at Kheir saat itu ada belasan kelas. Begitu masuk kelas, Ustadz Hadi Assegaf dari depan kelas memperkenalkannya dengan Habib Umar bin Salim Al-Hafidz. Saat itu, Ustadz Hadi menunjuknya sambil mengatakan kepada Habib Umar bahwa dirinya juga bermarga Bin Syekh Abu Bakar bin Salim, sama klannya dengan Habib Umar bin Salim Al-Hafidz.

Saat itulah Habib Umar tersenyum sambil memandang Habib Jindan. Itulah perkenalan pertama Habib Jindan dengan Habib Umar Al-Hafidz di ruang kelasnya, yang masih terkenang sampai sekarang.

Sejak saat itu hatinya tergerak untuk belajar ke Hadhramaut. Pernah suatu ketika ia akan berangkat ke Hadhramaut, tapi sayang sang pembawa, Habib Bagir bin Muhammad bin Salim Alattas (Kebon Nanas), meninggal. Pernah juga ia akan berangkat dengan salah satu saudaranya, tapi saudaranya itu sakit. Hingga akhirnya tiba-tiba Habib Abdul Qadir Al-Haddad (Al-Hawi, Condet) datang ke rumahnya mengabarkan bahwa Habib Umar bin Hafidz menerimanya sebagai santri.

Sumber Inspirasi

Lalu ia berangkat bersama rombongan pertama dari Indonesia yang jumlahnya 30 orang santri. Di antaranya Habib Munzir bin Fuad Al-Musawwa, Habib Qureisy Baharun, Habib Shodiq bin Hasan Baharun, Habib Abdullah bin Hasan Al-Haddad, Habib Jafar bin Bagir Alattas, dan lain-lain. Ia kemudian belajar agama kepada Habib Umar bin Hafidz di Tarim, Hadhramaut. “Ketika itu Habib Umar belum mendirikan Pesantren Darul Musthafa. Yang ada hanya Ribath Tarim. Kami tinggal di rumah Habib Umar,” tuturnya.

Baru dua minggu di Hadhramaut, pecah perang saudara di Yaman. Memang, situasi perang tidak terasa di lingkungan pondok. Ada perang atau tidak, Habib Umar tetap mengajar murid-muridnya. Namun dampak perang saudara ini dirasakan seluruh penduduk Yaman. Listrik mati, gas minim, bahan makanan langka. “Terpaksa kami masak dengan kayu bakar,” katanya.

Baginya, Habib Umar bin Hafidz bukan sekadar guru, tapi juga sumber inspirasi. “Saya sangat mengagumi semangatnya dalam berdakwah dan mengajar. Dalam situasi apa pun, beliau selalu menekankan pentingnya berdakwah dan mengajar. Bahkan dalam situasi perang pun, tetap mengajar. Beliau memang tak kenal lelah.”

Saat itu Darul Musthafa belum mantap seperti sekarang, situasinya serba terbatas. Walaupun begitu, sangat mengesankan baginya. Dahulu para santri tinggal di sebuah kontrakan yang sederhana di belakang kediaman Habib Umar. Sedangkan pelajaran ta’lim, selain diasuh sendiri oleh Habib Umar, para santri juga belajar di berbagai majelis ta’lim yang biasa digelar di Tarim, seperti di Rubath Tarim, Baitul Faqih, Madrasah Syeikh Ali, mengaji kitab Bukhari di Masjid Ba'alwi, ta’lim di Zawiyah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (Al-Hawi, Hadhramaut), belajar kitab Ihya di Zanbal di Gubah Habib Abdullah bin Abubakar Alaydrus, Zawiyah Mufti Tarim, diasuh Syaikh Fadhal bin Abdurrahman Bafadhal, dan lain-lain.

Selama mengaji dengan Habib Umar, ia sangat terkesan. “Beliau dalam mengajar tidak pernah marah. Saya tidak pernah mendengar beliau mengomel atau memaki-maki kami. Kalau ada yang salah, ditegurnya baik-baik dan dikasih tahu. Selain itu, Habib Umar juga terkenal sangat istiqamah dalam hal apa pun.”

Habib Jindan mengaku sangat beruntung bisa belajar dengan seorang alim dan orator ulung seperti Habib Umar. Memang Habib Umar mendidik santri-santrinya bisa berdakwah. Para santri mendapat pendidikan khusus untuk memberikan taushiyah dalam bahasa Arab tiap sehabis shalat Subuh, masing-masing dua orang, walaupun hanya sekitar lima sampai sepuluh menit. Latihan kultum itu juga menjadi ajang saling memberikan masukan antarsantri.

Setelah satu tahun menjadi santri, ada program dakwah tiga hari sampai seminggu bagi yang mau dakwah berkeliling. Bahkan dirinya sudah mengajar untuk santri-santri senior pada akhir-akhir masa pendidikan.

Setelah selama kurang lebih empat tahun, tahun 1998, ia pulang ke Indonsia bersama rombongan Habib Umar yang mengantar sekaligus santri-santri asal Indoensia dan berkunjung ke rumah beberapa muridnya. Angkatan pertama ini hampir seluruhnya dari Indonesia, hanya dua-tiga orang yang santri setempat. Untuk itulah, ia pulang seminggu terlebih dahulu, untuk mempersiapkan acara dan program kunjungan Habib Umar di Indonesia.

Saat pertama kali pulang, ia, oleh sang abah, diperintahkan untuk berziarah ke para habib sepuh yang ada di Jakarta, Bogor, dan sekitarnya. Ayahandanya, Habib Novel, Habib Hadi bin Ahmad Assegaf, dan Habib Anis Al-Habsyi mendorongnya untuk berdakwah.

Masukan, didikan, dan motivasi sang abah ia rasakan hingga sekarang. “Ikhlaslah dalam berdakwah. Apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati,” kata Habib Jindan menirukan abahnya. Habib Novel (alm.) memang dikenal sebagai orator ulung sebagaimana abahnya, Habib Salim bin Jindan. Wajarlah bila Habib Novel ingin putra-putranya menjadi dai-dai yang tangguh.

“Kalau ceramah, jangan terlalu panjang. Selagi orang sedang asyik, kamu berhenti. Jangan kalau orang sudah bosan, baru berhenti, nanti banyak audiens kapok mendengarnya. Lihat situasi dan keadaannya, sesuaikan dengan materi ceramahnya dan waktu ceramahnya. Lihat, kalau di situ ada beberapa penceramah, kamu harus batasi waktu berceramah dan bagi-bagi waktunya dengan yang lain.” Sampai masalah akhlaq dan sopan santun, semua orang diajarkan. (alkisah)

TAUSIYAH GURU MULIA ALHABIB UMAR BIN HAFIDZ

TAUSIYAH GURU MULIA ALHABIB UMAR BIN HAFIDZ" Acara MR di Monaz Tanpa Hb munzir."

"Sesungguhnya akhir hayat kita Semua tergantung apa yang ada didalam hati kita dan apa yang dilakukan oleh anggota tubuh kita. Kita sudah sering dikumpulkan bersama Habibana Munzir Almusawa sebelum beliau wafat.

Ingatlah bahwa beliau tidaklah meninggal tapi hanya jasad beliau yang wafat sesuai janji Allah kepada Orang-orang yang sholeh. Ingatlah bahwa orang-orang yang berjaya karena dunia mereka akan menyesal akhirat karena telah menyia nyiakan majelis-majelis mulia seperti malam ini, Allah senantiasa menatap apa yang tersembunyi didalam hati dan pikiran kita.

Sungguh nafsu dan syaitan lebih pantas untuk dilanggar daripada melanggar perintah Allah, semoga kita diwafatkan dalam keadaan taat kepada Allah, maka bersungguh sungguhlah dalam munajat kepada Allah, bersihkanlah hati dan pikiranmu agar terhindar dari bujukan musuh-musuh Allah.

Disaat kita mencintai ketaatan dan membenci kemaksiatan maka segala rencana orang-orang yg akan menghancurkan Islam akan musnah dengan sendirinya.

Janganlah kita berdoa hanya untuk diri kita sendiri saja, maka perluaslah kepada saudara-saudara kita karena hal itu disukai Allah SWT. Keberkahan majelis ini akan membuka pintu Hidayah Allah kepada orang-orang yang nantinya akan masuk Islam karena majelis ini. Hanyalah Allah yang mampu membuat apa yang tidak mungkin menjadi mungkin

TAUSHIYAH K.H. MUH. ARIFIN ILHAM SESAAT SEBELUM JASAD HABIBANA MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA DISHALATKAN

TAUSHIYAH K.H. MUH. ARIFIN ILHAM SESAAT SEBELUM JASAD HABIBANA MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA DISHALATKAN

Yaa Nabi Salam ‘Alaika., Ya Rasul Salam ‘Alaaika Yaa habib salam ‘alaika. shalawatullah ‘alaaika Salam alaika yaa Habiballah… Salam alaika ya Rasulallah…. Anta syamsun anta badrun…. anta nuurun faqanuuri…. Anta ikshiru waghaali….Anta misbahussuduuri….

Ahibbahi Rasulullahi Shallallahu’Alaihi wasallam, Ahibbah Habib Almahbub Illah Munzir Almusawa Allah yarham…

Ya Allah hamba bukan menolak takdir-Mu, takdir-Mu adalah takdir-Mu, tapi beri kepada hamba keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, baik sangka, dan kecerdasan menangkap hikmah dari semua takdir-Mu.

Karena semua Allah putuskan dengan Rahmat-Nya , dengan ilmu-Nya, dengan kebijakan-Nya, semua ciptaan, semua kejadian, hatta Allah memanggil kekasih-Nya, Allah putuskan dengan Arrahmah Rahmat-Nya, dengan al-alim ilmunya, dengan
Alhakim hikmah kebijakan-Nya, inilah yang membuat hamba2 yang beriman cerdas menyikapi semua ujian-Nya.

17 Rakaat, dalam 5 waktu. 9 tahiyat, 34 kali sujud , dalam setiap rakaat kita mengucapkan Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin , yang kaya Alhamdulillah, yang miskin Alhamdulillah, yang sehat Alhamdulillah, yang sakit Alhamdulillah, hatta keluarga yang wafat, saat kita shalat mayyit, hatta guru yang kita cintai Allah Yarham dipanggil oleh Allah, kita nanti shalat mayyit, tetap kita baca
Alhamdulillah.

Alhamdulillah..karena semua Lillah, Semua LAHU FISSAMAWAATI WAL ARDH, semua milik-Nya,.

Allah Maha berkehendak ALMUHYIT, Allah titipkan kehendak bagi hamba-Nya ragam kehendak, Allah ALHAYYU ALMUHYI, Maha Hidup. Allah titipkan
kehidupan bagi hamba-Nya, maka setiap helaan nafas dipertanggungjawabkan di hadapan Nya.

Itulah yang membuat Habibana Munzir selalu mengajarkan kita untuk setiap helaan nafas dzikir ALLAH..ALLAH… ALLAH..ALLAH…

Menjadi saksi setiap pembukaan bahwa Beliau selalu disampaikan bahasa kerinduan perjumpaan dengan Allah Jalla Jalaluh. Siapa yang rindu berjumpa dengan Allah, Allah lebih rindu berjumpa dengannya. Karena Allah jawab kerinduan itu, Allah rindu pada Beliau, Allah cinta pada Beliau.

Yaa Nabi Salam ‘Alaika..,Ya Rasul Salam ‘Alaaika Yaa habib salam ‘alaika. shalawatullah ‘alaaika

Setiap kali Arifin berniat menziarahi Beliau, bersilaturrahim, karena takut mengganggu Beliau, selalu lebih dahulu minta izin, dan selalu Beliau jawab, “JANGAN USTAD, BIAR ANA SAJA YANG DATANG KE RUMAH ANTUM, dan Beliau datang.

Beliau datang ke rumah Arifin di Depok. ALLAHU AKBAR WALILLAH ILHAMD, BELIAU SHOHIBUL TAWADHU, HAMBA ALLAH YANG SANGAT TAWADHU, REFLEKSI HIKMAH YANG BELIAU DAPAT, KEKUATAN IMAN DAN KEDALAMAN ILMU HIDUP PADA DIRI BELIAU, AKHLAK RASULULLAH SAW.

Kemudian bulan Syawal, kebiasaan Arifin mengunjungi orang alim, lagi-lagi niat untuk mengunjungi Beliau, khawatir mengganggu Beliau apa jawab Beliau, nanti kita buka puasa bersama di Sentul, biar Habib datang ke rumah Ustad, Kita tunggu-tunggu Ashar, rupanya Beliau beri khabar lagi, Beliau sakit.

ALLAHUAKBAR WALILLAH ILHAMD hamba Allah yang sangat Tawadhu, hamba Allah yang sangat istiqomah, Mengalir kalimat2 hikmah dari lisan Beliau buah dari keikhlasan dan keistiqamahan Beliau dalam ibadah dalam amal shaleh dalam kemilau
akhlak, dalam haraqah dakwah ihwa fillah.

ALLAHU AKBAR WALILLAH ILHAMD karena itu, ORANG-ORANG BERIMAN RINDU BERJUMPA DENGAN ALLAH, TIDAK TAKUT MATI , TIDAK CARI MATI TAPI TIDAK PERNAH MELUPAKAN MATI DAN UNIKNYA ORANG-ORANG YANG BERIMAN ITU MERINDUKAN
MATI, KARENA MATI BUKANLAH WAFAT.

MATI SATU-SATUNYA PINTU BERJUMPA DENGAN ALLAH JALLA JALALU. Ya Nabi salam ‘alaika ya Rasul salam ‘Alaika ya Habib salam ‘Alaika Shalawatullah ‘alaika

Yang terakhir, ketika Arifin menengok Beliau ke Rumah sakit, ke kamar beliau lalu beliau menarik
Arifin ke ranjang beliau kemudian kami berpelukan kemudian kami saling bercanda lalu masuk waktu
Dzuhur.

Lagi-lagi menunjukkan ketawadhuan yang luar biasa, kami tidak mau jadi imam apalagi Arifin sangat tidak pantas, Beliau tidak mau, Beliau mendorong Arifin untuk menjadi imam arifin cium habib, arifin cinta habib, Habib yang pimpin, kemudian shalat dzuhur berjamaah bersama beliau di ruang RSCM di kamar.

Begitu rakaat pertama Beliau masih bisa berdiri. Rakaat kedua beliau duduk lalu Arifin pamit. Sudah
dipintu, Arifin dipanggil lagi oleh Beliau.
Ada kalimat terakhir yang paling indah beliau sampaikan, itulah terakhir Arifin berjumpa dengan
Beliau. “ Ya Ustad ana uhibbuk…” Arifin sampaikan ahabbakumullah…..

SEMOGA ALLAH MENCINTAI ANTUM SEBAGAIMANA ANTUM MENCINTAI ANA.

kita semua ingat sabda Rasul saw yang beliau ajarkan!!!
“SUNGGUH, SUNGGUH, SUNGGUH SESEORANG AKAN DIKUMPULKAN DI AKHIRAT NANTI KEPADA SIAPA YANG IA CINTAI”

ARIFIN TANYA PADA ANTUM SEMUA IKHWA FILLAH…..

APAKAH ANTUM CINTA HABIB MUNZIR??
(CINTA….jawab seluruh jamaah)
APAKAH ANTUM CINTA HABIB MUNZIR??
(..CINTA….jawab seluruh jamaah)
APAKAH ANTUM CINTA HABIB MUNZIR ??
(...CINTA..jawab seluruh jamaah)

ALLAHU AKBAR !!!!
INSYA ALLAH BERSAMA BELIAU KITA DIKUMPULKAN DI AKHIRAT NANTI…(….AAMIIINNN….jawab seluruh jamaah)

BELIAU MENDENGAR… BELIAU MENYAKSIKAN INI.. ANA UHIBBUK YA HABIBABANA ANA UHIBBUKUM YA
HABIBALLAH… WASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

HABIB UMAR MENIKAH

Dikisahkan bahwa ketika Habib Umar bin Hafidzh telah berumur 25 tahun serta beliau sudah siap utk
menikah, Sang Guru yaitu Habib Muhammad Alhaddar pun memberikan tawaran kpd Habib Umar utk menikah dg salah satu putrinya. Habib Umar pun disuruh utk memilih salah satu di antara dua putri Sang Guru, pilihan pertama adalah putri beliau yg masih muda dan perawan serta pilihan kedua adalah putri beliau yg sudah berstatus janda. Tanpa pikir panjang beliau pun memilih putri Sang Guru yg sudah janda tsb. Ketika Sang Guru menanyakan apa yg menyebabkannya menentukan pilihan itu, Habib Umar pun menjawab, "Aku ingin ditemani oleh seseorang yg telah memiliki pengalaman di dlm menjalani kehidupan krn suatu saat nanti aku akan membwa beban yg cukup berat (terlihat dr perjuangan dakwah beliau yg mencakup kalangan awam sampai ulama') dan satu lagi yaitu aku ingin mengikuti apa yg dilakukan oleh Kekasihku Muhammad Al-Musthofa SAW".

(Rasulullah SAW ketika menikah berumur 25 tahun dan Syyidah Khodijah r.ha sudah berstatus janda)

Demikianlah sifat Habib Umar bin Hafidzh yg ingin mengikuti apa yg dilakukan oleh Kekasihnya yang mulia Rasulullah SAW. Tidak lain hal ini disebabkan oleh kecintaan beliau yg begitu dalam kpd Nabi Muhammad SAW.

Allahu A'lam bisshowab. Shollallahu 'ala Sayyidina wa Nabiyyina Muhammad Al-Musthofa wa 'ala aalihi wa sohbihi wa sallam taslimaa...

PENERUS MAJELIS RASULULLAH AL-HABIB AHMAD

Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan penerus yg akan memimpin Majelis Rasulullah SAW

HABIB NABIL BIN FUAD ALMUSAWA berkata:

Anak-anakku, saudara-saudara sekalian…..

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan Guru dari sayyidul alhabibana Munzir sudah menyampaikan kepada kita satu amanat yang amanah ini alwalid Habib Muhsin Alhamid meminta kepada saya untuk menyampaikan kepada sekalian yang hadir di sini, amanah itu adalah :

Sepanjang Sayyid Muhammad bin Munzir belum bisa menggantikan almarhum Allahyarham Habib Munzir
Hafidzahullah rahimahullah maka habibana Umar bin Hafidz memberikan amanah itu kepada Alhabib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan.

Jadi insyaAllah majelis ini mulai hari ini dan seterusnya yang akan membacakan di depan yang akan menyampaikan ilmu adalah habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan, itu amanah Habib Umar bin Hafidz.

Oleh karena itu maka kita hendaknya taat mendengar, sami’na waatha’na kita mendengar dan taat karena ketaatan itu akan bermanfaat bagi kita di dunia maupun di akhirat.

Jangan ada hal-hal yang setelah hari ini kemudian menjadikan hal yang tidak baik. Semua yang ditunjuk oleh habibana umar bin hafidz itulah yang terbaik bagi kita insyaAllah karena beliau adalah guru Habibana Munzir rahimahullah.

Kita mencari ridho Allah bukan mencari ridho manusia. Oleh karena itu saya menasehati diri saya sendiri dan diri semua yang hadir.

Mari mulai saat ini kita melanjutkan bendera Rasulullah SAW bendera Majelis Rasulullah Saw karena bendera ini tidak pernah padam sampai kiamat InsyaAllah.

ALMUNAWWAR, Majelis Rasulullah Saw (SENIN 9 DESEMBER 2013/ 7 Shafar 1434 H)

BUDI PEKERTI GURU MULIA AL MUSNID AL-HABIB UMAR BIN HAFIDH SEHARI-HARI

BUDI PEKERTI GURU MULIA AL MUSNID AL-HABIB UMAR BIN HAFIDH SEHARI-HARI. ::
================

dari Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengatakan:
Beliau itu adalah panutan yang sangat indah, selama tahun 93, dan awal 94, saat itu saya meninggalkan
Jakarta untuk belajar dengan beliau di Yaman, selama 4 tahun dalam tarbiyah bersama beliau. Saya tidak pernah menemukan BUDI PEKERTI YANG SANGAT INDAH DAN SERASI DENGAN NABI MUHAMMAD SAW,sebagaimana yang saya lihat pada pribadi beliau.

Semua yang saya lihat pada kitab kitab Ahaditsun Nabawy tentang:

-budi pekerti Rasul
-cara duduknya
-cara jalannya
-cara bicaranya -cara tidurnya
-cara segala galanya

TERNYATA ADA PADA SOSOK GURU MULIA KITA (Al- Musnid Al-Habib Umar bin Hafidh). Jadi ternyata bukan kitab saja yg berbicara, ada sosoknya yang jelas terlihat.

Kalau hadistnya begini Rasulullah saw, ternyata saya lihat ada pada beliau, dan demikian dan demikian.
Demikian budi pekerti yang sangat indah, dan beliau orang yang sangat ramah kepada semua orang, bahkan ketika salah seorang:

-anti maulid
-tidak suka maulid
-benci kepada beliau
-selalu mencela beliau

Sekali waktu bertemu dengan beliau disalah satu acara. Lantas beliau mengambil tangan orang itu lalu menciumnya. Maka orang itupun menangis: "Saya benci orang ini seumur hidup saya, anak saya juga tidak cium tangan saya, tapi ulama ini cium tangan saya" Meruntuhkan kebencian kepada beliau, dan berbalik menjadi orang yang sangat mencintai beliau. Kejadian seperti ini sangat banyak terjadi. Demikian indahnya budi pekerti yang luhur dan mulia guru mulia kita.

PENERUS MAJELIS RASULULLAH SAW

Al-Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Bin Jindan :
"Sungguh Amanah Besar dan Tanggung Jawab besar yg Aku pegang saat ditunjuk oleh Guru Mulia Habib Umar Bin Hafidz menggantikan kepemimpinan Majelis Rasululloh Saw yg pernah dipegang Oleh Sulthonul Qulub Habib Munzir Bin Fuad Al-Musawa Allohu Yarham tetapi Aku Yakin Amanah tersebut adalah amanah yg telah dipilihkan oleh Rasululloh SAW untuk Majelis Rasululloh SAW.

Aku teringat tentang Sayyidina Ja'far Bin Abi Thalib ROdhiyallohuanhu yg memegang bendera Rasululloh SAW dalam peperangan hingga tangan terputus dan nyawa pun melayang tetapi bendera tersebut tetap tegak
walaupun berdiri menggunakan gigitan giginya itulah tanda bahwa tiang bendera majelis Rasululloh SAW tidak akan pernah boleh terjatuh sampai Beliau Habib Munzir , Aku Dan setalahnya Wafat ..

Aku Tidak Akan bisa menjalankannya tanpa dukungan dan nasehat Dari Guru Mulia Habib Umar Bin Hafidzh , Kakakanda Saya Habib Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan dan seluruh Ulama Habaib juga para jama'ah pecinta Rasululloh SAW .. Bendera Sayyidina Muhammad SAW akan tetap berdiri dan tidak akan pernah jatuh hanya karena satu pemegang bendera tersebut wafat ...

KARYAWAN MUSLIM DAN ATRIBUT NON MUSLIM

KARYAWAN MUSLIM DAN ATRIBUT NON MUSLIM

Selama bulan Desember, sebagian karyawan mulai berdandan dengan aksesoris perayaan Natal umat Nashrani dengan menggunakan topi sinterklas (santa klaus).

Bahkan karyawan-karyawan wanita yang berjilbab pun memakai topi sinterklas juga. Sungguh sayang,malah penampilan Nashrani yang ia kenakan.

Ini tidak hanya ditemukan pada pelayan toko, ada pula pengemudi taksi yang mengenakan pakaian ala christmas ini di bulan Desember.(Naudzubillah min dzalik kalau mereka yang lagi memakai atribut Nasrani ini tiba-tiba wafat dalam menggunakan atribut christmas ini)

Di negeri mayoritas muslim terbesar di dunia ini hampir semua mal,kantor-kantor swasta dan BUMN memasang pohon natal, pegawai atau karyawannya disuruh pakai topi-topi merah (Sinterklas).

Seandainya kita pergi ke negara-negara Kristen di Eropa tidak ada tuh kalau Idul Fitri karyawan tokonya disuruh pakai sorban kayak ustadz- ustadz. Di Indonesia saja yang aneh, begitu menjelang natal ramai kenakan busana seperti itu.

Toleransi yang sebenarnya adalah membiarkan kaum Nashrani dengan perayaan mereka, bukan ikut nimbrung merayakan.

Banyak umat Islam yang salah kaprah dengan istilah toleransi. Padahal agama kita sudah memiliki prinsip, “UNTUKMU AGAMAMU, DAN UNTUKKULAH, AGAMAKU” (QS. Al Kafirun: 6).

Nabi Saw memerintahkan ‘Adi bin Hatim untuk melepaskan Simbol Agama Nashrani yang masih dikenakannnya.

Adi bin Hatim berkata, bahwa ia pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di lehernya terdapat salib dari emas. Lantas Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam mengatakan : “WAHAI ‘ADI BUANG BERHALA YANG ADA DI LEHERMU.” (HR.Tirmidzi no. 3095)

Kita tahu bahwa ‘Adi bin Hatim dulunya adalah Nashrani, sehingga masih ada bekas-bekas agamanya yang dulu. Wajar ketika itu beliau masih menggunakan salib. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suruh melepas simbol agama Nashrani tersebut.

Resapilah pesan yang disampaikan oleh Guru mulia kita Alhabib Umar bin hafidz berikut ini:

“Apakah kalian berniat mengganti Rasulullah Saw dengan mereka?!!! Teladan apakah yang telah kalian berikan kepada keluarga dan anak-anak kalian?!!!Kalian meniru orang-orang durhaka, padahal kalian adalah muslim, kalian adalah mukmin.

SESUNGGUHNYA KALIAN TELAH MEMILIKI KEBESARAN, KEBANGGAN DAN KEMULIAAN. NAMUN MENGAPA KEBESARAN, KEBANGGAAN SERTA KEMULIAAN ITU KALIAN TUKAR DENGAN ORANG- ORANG YANG JAUH DARI ALLAH SWT DAN RASUL- NYA.!

DITERIMAKAH SHALAT ORANG YANG SERING BERMAKSIAT?

DITERIMAKAH SHALAT ORANG YANG SERING BERMAKSIAT?

SULTHANUL QULUB HABIBANA MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA ALLAHYARHAM Menjawab:

Maaf, Kewajiban kita adalah melakukan shalat fardhu. diterima atau tidak dipasrahkan pada Allah swt.

Bagaimana kita terus shalat dan maksiat terus berjalan?
Sungguh firman Allah swt telah menjawabnya,
"Sungguh shalat itu menjaga dari perbuatan keji dan mungkar."

Ayat ini jelas merupakan jawaban bagi orang yang sulit meninggalkan maksiat, bagaimana caranya?

Tidak perlu susah payah menghindari maksiat yang tak bisa atau sulit kita tinggalkan, cukup kita terus memperbaiki shalat kita agar makin sempurna.

Teruslah daki tangga -tangga kesempurnaan shalat maka Allah swt yang akan meruntuhkan semua dosa dan menundukkan kekuatan diri agar tidak menguasai kita. Allah akan membantu kita untuk jauh dari maksiat.

Jika kita terjebak dengan keadaan, maka Allah akan mempermudah dan memperluas kemudahan baginya.

Jika ia terjebak dosa karena kemiskinan maka Allah akan membuatnya makmur dan sangat berkecukupan.

Jika ia terjebak dosa karena keluarganya, maka Allah akan mencurahkan hidayah pada keluarganya hingga justru balik mendukungnya dalam taat.

Jika ia terjebak dosa karena pekerjaan, maka Allah akan berikan usaha atau pekerjaan yang sangat memuaskan dan jauh dari dosa dan Allah mengampuni dosa-dosanya.

Ayat di atas juga bermakna bahwa Allah swt yang akan menyingkirkan dosa-dosa bagi orang yang menjaga shalatnya.

KENAPA WANITA MESTI MEMAKAI JILBAB?

KENAPA WANITA MESTI MEMAKAI JILBAB?

SULTHANULQULUB HABIBANA MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA ALLAHYARHAM menjawab:

Saudariku, karena wanita itu dijaga oleh Allah SWT kehormatannya.Allah SWT tidak bisa dilihat oleh siapapun, kecuali kelak orang-orang yang dekat pada-Nya(Allah SWT).

Demikian, Allah SWT memuliakan wanita agar jangan terlihat kecuali oleh orang-orang dari kerabat dekatnya.

Sebagaimana sebuah perhiasan yang indah dan sangat berharga,mestilah tidak bisa diobral untuk dilihat dan disentuh sembarang orang, dijaga kehormatannya.

Demikian pula wanita, tidak sembarang pria bebas melihatnya, hingga harga diri wanita sangat terhormat dan termuliakan,demikian saudariku.

Untuk dalilnya bisa dilihat pada Al Qur’an Surat An- Nuur(24):31, diwajibkan setiap wanita muslimah memakai cadar, namun Imam Syafi’I memberi keringanan untuk wanita yang bekerja untuk boleh membuka wajah dan kedua telapak tangannya.

MEMILIH SEORANG ISTRI

Saudaraku yg kumuliakan,
kriteria dalam islam adalah wanita mukminah, wanita yg berpendidikan agama cukup mendalam, dan wanita yg siap taat pada suami. bisa saja anda menikahi wanita yg belum mengamalkan syariah seperti jilbab, shalat dll jika hal itu bukan sebab keburukan sifatnya, namun mungkin karena kurang sempurna dari bimbingan kedua orang tuanya, maka selama ia bisa menerima nasehat dan mau berubah, maka sangat mulia anda membimbingnya.

tampaknya membujuk wanita itu mudah saudaraku, wanita mempunyai sifat cepat berubah, sifatnya lebih lembut maka mudah dibujuk, namun hati hati menikahi wanita yg menolak ketaatan pada Allah swt, karena ia akan menjadi Ibu bagi anak anak anda kelak, dan ia yg akan mendidik anak anak anda, maka jika ia mukminah dan shalihah, anda akan bahagia melihat anak anak anda diajari doa tidur, doa makan, dzikir dll, jika tidak maka sungguh kita akan sedih melihat anak anak kita dituntun pada kebiasaan barat, ia lebih suka musik klasik mengantar tidurnya daripada ayat kursiy, dan lebih suka lebaran di Mic donald daripada shalat idul fitri bersama ayahnya.

nah.. ini kiat kiat saya saudaraku, namun jangan pula sangka buruk pada wanita yg belum melakukan shalat dan berjilbab, bisa saja mereka berjiwa mulia namun belum ada yg menuntunnya,

anda lihatlah jiwa calon istri anda, jika mudah dituntun pada kemuliaan maka teruskanlah dengannya, karena ia akan menjadi ibu mulia bagi anak anak anda kelak.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a'lam...

MENGENAI ROKOK

mengenai rokok memang belum pernah ada di zaman nabi saw, oleh sbb itu belum ada hukum yg Qath'iy (pasti) dalam haram atau halalnya,maka ulama ber Istinbath melihat dari faidah dan efeknya, mudharrat dan manfaatnya, maka termuncullah bahwa rokok ini ada manfaatnya, memberikan ketenangan pada syaraf otak dan membantu mudahnya berkonsentrasi, maka sebagian orang menjadikannya sejajar dg kopi, namun adapula pendapat yg menjelaskan bahwa bau rokok itu
disejajarkan dengan bau bau yg busuk dan mengganggu orang sekitar, maka terputuslah bahwa hukumnya makruh.

namun kini setelah kita sadari bahwa rokok ini membawa penyakit dan sangat besar mudharratnya dibanding faidahnya, maka kini rokok lebih dekat kepada haram, sebagaimana firman Allah : "MEREKA BERTANYA (padamu wahai Muhammad), KATAKANLAH BAHWA YG DIHALALKAN ATAS MEREKA ADALAH YG BAIK BAIK" (QS Al Maidah-4).,

maka Allah swt sdh menjelaskan pd kita bahwa yg dihalalkannya adalah yg biak, maka yg buruklah yg diharamkan oleh Allah, maka segala hal yg membawa Mudharrat bagi kita tentunya haram.

namun sebagian ulama di indonesia masih mempertahankan kemakruhan rokok dan tidak haram, dg alasan bahwa mereka yg telah ketergantungan maka akan mengalami goncangan dalam stabilitas akalnya, dan mengganggu aktifitas mereka hingga berhari hari atu banhkan berbulan bulan, maka memaksakan hal itu tentunya akan membawa mudharrat pula atas diri mereka.

namun secara ringkas, sebaiknya kita meninggalkan kebiasaan merokok ini, karena banyak mengganggu orang dg baunya dan merusak diri sendiri.

wallahu a'lam

Saudaraku yg kumuliakan,
1. mengenai perkumpulan itu, memang asyiknya jika berkumpul itu adalah dg merokok, dan memang rokok ini ikhtilaf ulama mengenai hukumnya, sebagian mengharamkan, sebagian mengatakannya makruh bagi yg sudah ketagihan, dan haram bagi pemula.

sebenarnya para ulama itu keras menentang rokok adalah karena rokok adalah kebiasaan musuh2 islam, kuffar dan komunis yg membantai para ulama di Yaman, kesemuanya ciri khas mereka adalah merokok,

maka rokok dan bau rokok mengingatkan mereka pada kebengisan penjajah dan komunis, maka mereka sangat ,membencinya,

namun kita tak bisa memaksakan hukum pada semua orang, karena sebagian ulama masih menghukuminya makruh,

karerna dimasa kini rokok sudah bukan menjadi ciri penjajah dan komunisme, namun hal ini sudah umum dipakai muslimin, mengenai efek sampingnya yg merusak tubuh maka hal itu relatif dan bisa dinetralisir dg air putih atau lainnya, masih banyak juga hal hal yg merusak kesehatan namun tidak diharamkan dalam syariah, misalnya tak tidur malam dg bukan beribadah,

hal itu makruh hukumnya namun tidak haram dala syariah, padahal jelas jelas menyebabkan paru paru basah, atau memelihara kucing dirumah, yg bulu bulunya bisa menyebabkan penyakit berbahaya dll, namun syariah tak melarangnya,

kesimpulannya masalah rokok ini tidak bisa disamakan dg Khamr, Judi, atau makanan haram lainnya, karena rokok masih ikhtilaf antara haram dan makruhnya,

para musuh musuh islam juga menyelinap dalam hal ini, mereka melarang merokok dimana mana namun mereka menyediakan khamr dan boleh diminum dimana saja,.

Demikian.. Semoga bermanfaat

Huruf- huruf Hijaiyah terdapat Nama- Nama Sayyidina Muhammad SAW

Pembahasan Kitab RISALATUL JAMI'AH dari AL Habib Munzir AL Musawa Mengenai Huruf- huruf Hijaiyah terdapat Nama- Nama Sayyidina Muhammad SAW :

1. Alif = AL- Amin, Orang yang terpercaya/ Amanah
2. Ba = Bassam, Orang yang banyak tersenyum
3. Ta = Taqwi, Orang yang paling bertaqwa
4. Tsa = Tsabit, Wajahnya bagaikan bulan purnama
5. Jim = Jamil, indah
6. Ha = Halil
7. Kho = Khobil, Orang yang mengabarkan
8. Da = Da'i
9. Za = Zaki, jenius
10. Ro = Ro'furrohim
11. Zai = Zakhi, suci
12. Sin = Salim, Orang yang selamat & di beri salam oleh Allah
13. Syin = Syakur, Orang yang bersyukur
14. Shod = Shobur, penyabar
15. Dhod = Dhuha, Cahaya pagi yang indah
16. Tho' = Thohir
17. Dzho = Dzhohir, wujudnya terlihat
18. 'Ain = Ainun, yang sangat di Cintai
19. Ghoin = Ghalib, Yang menang
20. Fa = Fadhil, Orang yang baik
21. Qof = Qowiy, Orang yang kuat
22. Kaf = Kariem, Orang yang dermawan
23. Lam = Lathief, Orang yang lembut
24. Mim = MUHAMMAD
25. Nun = Nur, Cahaya
27. Waw = Wasith, Orang yang menengahi
28. Hah = Haibah, Orang yang mempunyai kewibawaan
29. La = Lami', Yang berpijar Cahayanya
30. A (Hamzah) = AHMAD
31. Ya = Yasin

MEMAJANG FOTO ORANG ALIM DAPAT MENGUSIR SETAN


MEMAJANG FOTO ORANG ALIM DAPAT MENGUSIR SETAN

Berikut adalah penjelasan al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa perihal hukum memajang foto:

Sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh setan itu menyingkir bila melihat bayangan Umar.”

Limpahan rahmatNya semoga selalu menghiasi hari-hari Anda. Saudaraku yang kumuliakan, mengenai “Foto” berbeda hukumnya dengan lukisan. Hadits yang melarang gambar, yang dimaksud adalah lukisan makhluk yang bernyawa. Foto tidak dilarang, karena foto adalah menangkap bayangan dari cahaya yang dipantulkan. Itu terlepas dari hukum dilarangnya melukis makhluk yang bernyawa.

Dijelaskan dalam beberapa hadits shahih bahwa malaikat rahmat tidak menginjak rumah atau ruangan yang ada lukisan makhluk yang bernyawa padanya. Ini maksudnya bahwa di zaman Nabi Saw. orang-orang kafir melukis Nabi-nabi mereka dan sesembahan mereka untuk kemudian disembah. Maka tentunya para malaikat tak akan masuk ruangan yang ada lukisan berhalanya, maksudnya bahwa rahmatNya akan terjauhkan dari rumah para penyembahan berhala.

Namun ada juga pendapat para fuqaha yang mengatakan bila ada lukisan makhluk yang bernyawa, malaikat tak akan masuk ke ruangan itu. Tentu sebabnya tidak lain karena hadits Nabi Saw. yang melarang lukisan.

Lukisan yang dilarang bukanlah semua lukisan, tapi para ulama mengklasifikasikan bahwa yang dilarang adalah lukisan makhluk yang bernyawa dengan tubuh sempurna, bukan setengah badan atau hanya kepala misalnya.

Namun ada pula pendapat ulama dan fuqaha kini yang berpendapat bahwa lukisan yang dilarang adalah lukisan berhala, atau apa-apa yang disembah selain Allah. Misalnya lukisan Bunda Maria, Yesus, Dewa Syiwa dan selainnya yang disembah oleh manusia. Selain dari lukisan-lukisan itu maka makruh hukumnya dan tidak haram. Demikian sebagian ulama berpendapat, namun sebagian besar mengharamkannya kecuali bila lukisan makhluk bernyawa itu tidak sempurna.

Mengenai foto-foto orang shalih maka tak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam hal ini tentang kebolehannya, karena foto adalah menangkap bayangan dari pantulan cahaya. Dan bayangan orang shaleh mempunyai kekhususan tersendiri, sebagaimana hadits Rasulullah Saw. yang mengatakan: “Sungguh setan itu menyingkir bila melihat bayangan Umar.” Menunjukkan bahwa bayangan orang-orang shaleh mempunyai kewibawaan di sisi makhluk Alah Swt. Maka demikian istinbath atas foto-foto orang shaleh, karena foto adalah merekam bayangan.

LEBIH DARI 100.000 NON MUSLIM AMERIKA TELAH MASUK ISLAM BERKAT DAKWAH DAMAI SYAIKH HISYAM KABBANI


LEBIH DARI 100.000 NON MUSLIM AMERIKA TELAH MASUK ISLAM BERKAT DAKWAH DAMAI SYAIKH HISYAM KABBANI

Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani adalah seorang ulama dan syaikh sufi yang berasal dari Lebanon. Syaikh Kabbani adalah salah satu dari ulama-ulama dunia ternama dalam sejarah Islam dan ilmu spiritual Sufisme. Sebagai deputi dari mursyid Thariqat Naqsyabandi Haqqani, Syaikh Kabbani juga merupakan pembimbing dan guru bagi sekitar 2 juta Muslim di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat, Inggris dan Asia Tenggara.

Banyak presiden, raja dan para ulama di berbagai penjuru dunia yang menjadi murid beliau. Beliau dikenal sebagai guru dari para wali dan ulama. Beliau merupakan Master Sufi yang paling berpengaruh di dunia saat ini, dengan jutaan murid tersebar di lima benua.

Syaikh Hisyam adalah keturunan Rasulullah Saw. baik dari jalur ayah dan ibunya (al-Hasani al-Husaini). Dari istrinya, Hj. Nazihe Adil yang merupakan putri Syaikh Nadzim al-Haqqani, beliau dikaruniai 3 putra dan 1 putri, serta beberapa cucu yang semuanya menetap di Fenton, Michigan.

Sejak usia 15 tahun, beliau telah menemani Syaikh Abdullah ad-Daghestani dan Syaikh Muhammad Nadzim al-Haqqani, syaikh agung Thariqat Naqsyabandi yang mulia di masa ini. Beliau banyak melakukan perjalanan ke segala penjuru di Timur Tengah, Eropa, dan Timur Jauh untuk menemani syaikhnya.

Beliau termasuk ulama yang menguasai berbagai macam bahasa, terutama beberapa dialek bahasa Arab, beliau menguasai secara aktif. Juga berbagai bahasa lain seperti bahasa Turki, Perancis, Inggris, Belanda dan Urdu.

Beliau sempat cukup lama tinggal di Arab Saudi sebagai manajer dan dokter specialis (MD) pada beberapa rumah sakit ternama di Jeddah dan Madinah. Bersamaan dengan hal tersebut beliau banyak belajar dari para imam dan mursyid Thariqah baik di Madinah maupun Makkah al-Mukarramah.

Atas perintah Syaikh Nadzim Adil Haqqani beliau telah menyelesaikan beberapa khalwat bervariasi diantara empat puluh hari hingga enam bulan. Diantaranya dilakukan di Madinah dekat Masjid Nabawi serta di Yaman dan Jordania.

• Hijrah Syaikh Hisyam Kabbani di Amerika

Pada tahun 1991 atas perintah Syaikh Nadzim Haqqani, Syaikh Hisyam melangkahkan kakinya untuk memulai dakwah di benua Amerika. Pada saat itu beliau memulai di California bertujuan untuk menyebarluaskan ajaran Islam sesuai yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. dan para sahaba, yakni dakwah dengan lembut penuh kasih sayang dan ketinggian akhlak. Sejak saat itu pula beliau ditahbiskan sebagai khalifah Syaikh Nadzim Adil Haqqani an-Naqsyabandi di benua Amerika.

Di negeri Paman Sam tersebut Syaikh Hisyam mendirikan yayasan Thariqat Naqsyabandi. Sejak saat itu, beliau telah membuka 13 pusat sufi di Kanada dan Amerika Serikat.

Sampai tahun 1998 telah banyak pusat-pusat suluk atau zawiyyah (retreat centers) didirikan di Amerika, misalnya di California (L.A, San Fransisco, San Jose, Hollywood, Beverly Hills, Los Altos, Oakland), Toronto, New York, Michigan dan Washington D.C. Pusat-pusat dakwah, mushalla dan zawiyyah didirikan di lokasi-Iokasi yang beliau rasakan diperlukannya proses dakwah spiritual Islam secara kontinu dan terbimbing. Hingga saat ini tumbuh pusat-pusat sufisme di seluruh kota di Amerika Utara, Amerika Serikat dan Amerika Selatan.

Banyak dari para tokoh non Muslim, para pendeta dan pastur yang berhasil diislamkan oleh beliau. Tercatat hingga kini lebih dari 100.000 non Muslim di Amerika dan sekitarnya telah disyahadatkan oleh beliau, dibimbing melaksanakan rukun Islam (syari’ah), dalam hal spiritual (iman dan ihsan) menjadi pengamal Thariqat Naqsyabandi al-Haqqani.

Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani ar-Rabbani membimbing dan membawa bangsa Barat, bangsa Maghribi, atau bangsa Rum (Bani Ishaq) masuk ke dalam Islam dan ratusan ribu non muslim mengenal keindahan Islam melalui tasawuf dan akhirnya mereka memasuki Islam yang penuh kedamaian dan keindahan.

Tak seorang pun wali lainnya yang diberikan izin otoritas penuh untuk dapat menjumpai presiden, raja, pemimpin negara Barat, dan rakyat mereka, untuk membawa mereka menuju Islam, selain Syaikh Hisyam Kabbani. Dan inilah karamah beliau yang paling utama.

Syaikh Hisyam aktif memberikan ceramah, dan hadir di banyak konferensi dalam usaha perjalanan dakwah beliau selama ini. Tempat-tempat yang banyak beliau kunjungi adalah universitas dengan melaksanakan diskusi ilmiah tentang keislaman atau dialog interfaith, misalnya di UC Berkeley, McGill University, UCLA, University of Stanford, Harvard, University of Toronto, Howard University, University of Montreal, Universityof Chicago, SUNY, UC San Diego, dan lain sebagainya.

Beliau telah mengajar di sejumlah universitas, seperti the University of Chicago, Columbia University, Howard, Berkeley, McGill, Concordia dan Dawson College. Demikian pula dengan sejumlah pusat keagamaan dan spiritual di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Jauh dan Timur Tengah.

Misi Syaikh Hisyam Kabbani di benua Amerika adalah untuk menyebarkan ajaran sufi dalam konteks persaudaraan umat manusia dan kesatuan dalam kepercayaan kepada Tuhan yang terdapat dalam semua agama dan jalur spiritual. Usahanya diarahkan untuk membawa spektrum keagamaan dan jalur-jalur spiritual yang beragam ke dalam keharmonisan dan kerukunan, dalam rangka pengenalan akan kewajiban ummat manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi ini.

Misi Syaikh Hisyam yang jauh melampaui target di Amerika adalah kontribusinya yang unik terhadap usaha umat manusia dalam mencapai takdir tertingginya, yaitu kedekatan dengan Tuhannya. Usaha beliau untuk membawa kesatuan hati dalam gerakannya menuju inti Ilahi merupakan warisan terbesarnya kepada dunia Barat.

• Kunjungan Syaikh Hisyam Kabbani di Indonesia

April tahun 1997 beliau untuk pertama kalinya mengunjungi Indonesia. Kunjungan kedua dan ketiga dilaksanakan pada tahun 1998 dan 2000. Perjalanan dakwahnya di Indonesia terbilang baik dan mulus, ditandai dengan didirikannya Zawiyah Naqsyabandi Haqqani. Pertama kalinya zawiyah tersebut didirikan di wilayah Kampung Melayu, Jakarta.

Yayasan Haqqani Indonesia telah didirikan sejak tahun 2000 sebagai cabang Haqqani Foundation International yang sudah tersebar di beberapa negara. Yayasan mempunyai fungsi sebagai payung kegiatan yang bersifat spiritual dan non-spiritual.

Sampai saat ini murid beliau di Indonesia tersebar di pelosok Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cililin, Nagrek, Pekalongan, Semarang, Tuban, Surabaya, Batam, Aceh, Padang, Bukittinggi, Bali dan lain-lain, yang semuanya terwadah dalam suatu keluarga besar Jamaah Thariqat Naqsyabandiyyah al-Haqqaniyyah yang dalam keorganisasiannya dikelola Yayasan Haqqani Indonesia.

Puluhan ribu santri beserta para pimpinan Pondok Pesantren di Cililin (Ponpes. Al-Bidayah), Nagrek Cicalengka (Ponpes. Al-Falah) dan Wonopringgo Pekalongan (Ponpes. At-Taufiqy) menyerahkan baiat Thariqat Naqsyabandi al-Haqqani kepada beliau, atas nama Syaikh Muhammad Nadzim Adil Haqqani an-Naqsyabandi.

DEMI DAKWAH RASULULLAH SAW. SINGA PUN DIHADAPINYA

DEMI DAKWAH RASULULLAH SAW. SINGA PUN DIHADAPINYA

“Dakwah Al-Habib Umar bin Hafidz di Afrika Dihadang oleh Singa!”

Suatu saat al-Habib Umar bin Hafidz ingin melakukan perjalanan dakwah ke pedalaman Afrika. Ketika itu beliau ditemani oleh seorang muallaf bernama Khomis. Khomis adalah salah satu diantara orang-orang yang masuk Islam melalui perantara tangan al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha al-Haddad dan sering membantu kegiatan dakwah beliau selama di daerahnya. 

Pedalaman Afrika yang ingin dikunjungi oleh al-Habib Umar harus melewati hutan belantara, yang mana hutan belantara Afrika terkenal akan hewan buasnya. Tapi dengan mantap Habib Umar bin Hafidz memberikan isyarat untuk segera berangkat. 

Dimulailah perjalanan dakwah beliau. Sebelum masuk ke dalam hutan, beliau beserta rombongan dihentikan oleh beberapa orang polisi yang sedang berjaga di sebuah pos dekat dengan hutan yang ingin dilalui oleh al-Habib Umar. Mereka hendak memperingatan agar al-Habib Umar tidak memasuki hutan karena hari sudah malam. Ditakutkan beliau dan rombongan akan diserang oleh beberapa hewan buas yang keluar untuk mencari mangsa di saat malam tiba.

Al-Habib Umar pun keluar dari mobil yang ditumpanginya dan berdiri di samping mobil tersebut. Serta merta al-Habib Umar memerintahkan seseorang untuk menggelar tikar di dekat mobil dan memerintahkan rombongan untuk membaca Maulid al-Habsyi (Simthud Durar). Pembacaan maulid pun dimulai. Karena para polisi yang berjaga di pos itu beragama Kristen, mereka pun hanya bisa menonton dari kejauhan.

Setelah pembacaan maulid selesai, al-Habib Umar mendapat isyarat untuk melanjutkan perjalan malam itu juga. Para polisi itu tetap berusaha untuk mencegahnya, tapi al-Habib Umar bersikeras ingin melanjutkan perjalanannya. Para polisi pun kalah argumen dan berinisiatif untuk mengikuti al-Habib Umar dari belakang menggunakan mobil lain, takut kalau tejadi apa-apa dengan al-Habib Umar dan rombongan. 

Di tengah perjalanan hal yang dikhawatirkanpun terjadi. Di depan mobil yang ditumpangi oleh al-Habib Umar, muncul seekor singa. Ketika itu al-Habib Umar duduk di kursi depan. Mulailah singa itu mengitari mobil tersebut. Walaupun demikian sang Habib tetap tenang, berbeda dengan rombongan lain yang mulai menunjukkan rasa ketakutannya. 

Tak lama kemudian singa itu berhenti di depan jendela sebelah tempat duduk al-Habib Umar, lalu menaikkan kaki depannya ke atas jendela. Al-Habib Umar pun tetap tenang tanpa menunjukkan rasa ketakutan sedikitpun. Lalu beliau berkata kepada supir: “Turunkan jendela ini!” 

Supir pun menjawab dengan ketakutan: “Ya Habib, ini singa!” 

Tapi al-Habib Umar tetap ingin agar dia menurunkan jendela tersebut. Kaca jendela pun diturunkan. Suatu kejadian menakjubkan pun terjadi, al-Habib Umar mengajak bicara singa tersebut! “Hai singa! Kami ini adalah utusan Rasulullah Saw.” 

Kemudian al-Habib Umar mengambil sebuah pisang dan memberikannya kepada singa itu. Singa yang biasanya makan daging, kali ini mau memakan pisang yang diberikan al-Habib Umar. Setelah memakan pisang itu, singa mengangguk-anggukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan al-Habib Umar dan rombongan. Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Tak lama kemudian al-Habib Umar dan rombongan sampai ke tempat tujuan.

Setelah menyaksikan kejadian yang luar biasa itu, para polisi yang sebelumnya beragama Kristen itupun ingin mengikrarkan diri mereka untuk masuk agama Islam. Ternyata kejadian yang mereka saksikan menjadi sebab hidayah Allah Swt. yang ingin mengembalikan mereka ke dalam pelukan Islam. 

Diculik dan diedit dari tulisan KH. Mukhlas Noer (Ketua Ponpes Lirboyo Kediri). Kisah ini juga pernah disinggung oleh almarhum al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa.

Sya’roni As-Samfuriy, 02 Nopember 2013

SURAT CINTA MUALLAF AMERIKA UNTUK AL-HABIB MUNDZIR AL-MUSAWA

SURAT CINTA MUALLAF AMERIKA UNTUK AL-HABIB MUNDZIR AL-MUSAWA

“Catatan seorang muallaf Amerika, Syaikh Khalil, untuk Sulthanul Qulub al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa”

Segala puji kepada Allah Swt. Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga dan sahabat.

Saya ingat pertama kali saya memandang Habib Mundzir al -Musawa. Saat itu sekitar 3 tahun yang lalu. Saya baru saja belajar tentang habaib dari seorang teman dan saya menghabiskan waktuku untuk mencari gambar Habib Umar dan Habib Kadzim di internet.

Aku ingat melihat Habib Mundzir, senyum berseri-seri sambil memegang rida. Saya jatuh hati kepadanya sebagai orang yang memancarkan keindahan dan cinta. Hatiku sangat ingin bertemu dengannya suatu hari nanti.

Pada bulan Desember 2012, Habib Umar mengundang saya untuk pergi ke Indonesia dengannya. Sebagai seorang Amerika, saya membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan kehidupan baru saya di Tarim dan saya pikir Habib Umar ingin aku melihat lebih banyak dari umat dan menghabiskan waktu bersamanya. Saya sangat bersemangat untuk melihat Indonesia dan Jakarta. Aku bertanya-tanya apakah mungkin aku bisa bisa bertemu Habib Mundzir?

Perjalanan ke Indonesia akan menjadi pengalaman hidup mengubah hidup. Setelah hari kedua saya di Indonesia, aku bangun untuk shalat Shubuh di rumah Sayyid Muhsin al-Hamid (Cidodol). Setelah fajar, beberapa orang tinggal di sekitar. Diantara mereka adalah Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa. Hatiku gembira kegirangan. Aku berlari ke arahnya dan menyapa dia dan mengatakan kepadanya betapa bahagianya aku akhirnya bertemu dengannya.

Senyumnya lebih besar daripada kehidupan itu sendiri. Saat aku membungkuk untuk mencium tangannya, ia mengejutkan saya dengan meraih tanganku dan menciumnya terlebih dahulu. Aku ingat bau Attar (harum)nya begitu manis. Aku tahu dia istimewa, aku hanya tidak tahu bagaimana benar-benar khusus beliau pada saat itu.

Bulan Maulid Rasulullah Saw. adalah minggu itu , dan saya kagum untuk melihat lebih 100.000-200.000 orang berkumpul untuk Nabi kita tercinta, Nabi Muhammad Saw. Saat di Amerika, mendapatkan kunjungan 50-100 orang bahkan dianggap sebagai Maulid besar. Mataku penuh dengan kejutan dan hati saya kewalahan.

Saat aku duduk di panggung dengan syaikh dan habaib , merasa benar-benar tidak pantas. Teman saya datang kepada saya dan berkata: “Habib ingin Anda untuk berbicara.” Aku bertanya habib yang mana, katanya: “Keduanya.”

Saya menduga mereka berarti menginginkan saya ceramah minggu depan setelah shalat Jum’at, jadi aku santai bertanya: “Kapan?”

Saya shock dan ketakutan, teman saya Khalid mengatakan: “Sekarang, sehingga Anda lebih baik memikirkan sesuatu yang cepat, dalam 5 menit.”

Aku sangat gugup, aku berkata: “Apakah Anda yakin!?” Ia kemudian memberi isyarat dengan kepala mengangguk. Aku membungkuk dan melihat Habib Umar dan Habib Mundzir dengan senyum terbesar menganggukkan kepala mereka pada saya. Saya pikir saya akan pingsan.

Ketika tiba saatnya bagi saya untuk berbicara, Habib Mundzir memperkenalkan saya sebagai Syaikh Khalil dari Amerika. Saya berpikir: “Oh tidak, dia pikir saya orang terpelajar!” Aku sangat malu.

Melihat sekerumunan orang banyak, mereka berpikir saya adalah seorang syaikh. Saya hanya seorang santri yang baru belajar. Kembali ke rumah, saya adalah seorang guru sekolah dari Dunia dan Sejarah Amerika, tentu bukan salah satu yang akan diberikan gelar Syaikh. Berbicara di depan 20 siswa dibandingkan dengan 100.000 orang lebih akan menjadi tantangan besar, saya berpikir.

Aku melihat wajah saya di monitor dalam tampilan yang besar dan juga bahwa Habib Umar serta Habib Mundzir tersenyum seperti ayah yang bangga. Aku merasa tenang, tapi itu tidak lama sebelum saya mulai kehabisan kata-kata, saya mencoba untuk mengungkapkan apa yang ada di hati saya pada sensasi luar biasa berada di sebuah pertemuan yang diberkahi.

Saya ingat pernah mengatakan bahwa Habib Umar, Habib Ali al-Jufri dan Habib Kadzim Assegaf, semua pernah mengunjungi Amerika dan Kanada dan saya katakan bahwa: “Insya Allah, Habib Mundzir, Anda akan mengunjungi juga.”

Reaksi lebih dari 100.000 orang bersukacita dalam diriku menginginkan Habib Mundzir untuk mengunjungi dan membuat dakwah di Amerika membuat saya tersenyum karena saya melihat cinta yang sangat besar yang mereka punya untuk Habib Mundzir.

Saya ingat wajah Habib Umar pada saat itu. Aku ingat pula wajah Habib Mundzir. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan wajah yang sangat mulia.

Kemudian seminggu setelah Habib Umar kembali ke Tarim, saya masih memiliki tiga hari yang tersisa di Jakarta. Saya sangat bersemangat untuk berbicara dengan Habib Mundzir di kantornya. Dia mengatakan kepada saya betapa bahagianya dia aku datang dan ingin saya untuk tinggal selama 6 bulan dan belajar di Majelis Rasulullah. Dia akan menelepon Habib Umar di Tarim untuk minta izin.

Saat Habib Umar ditelpon, Habib Mundzir beranjak dari kursinya dan jatuh berlutut dengan tangan di udara dan berkata: “Ya Maulana, bagaimana saya bisa melayani Anda.”

Aku tertegun pada adab Habib Mundzir kepada guru. Dia menyebut Habib Umar, Maulana, Tuan. Dia menelepon untuk minta izin tapi pertama bertanya bagaimana dia bisa melayani Habib Umar. Aku tidak akan pernah melupakan saat itu selama aku hidup. Aku belum pernah melihat cinta dan pengabdian tersebut. Itu Habib Mundzir. Seorang pria yang penuh cinta murni dan pengabdian kepada gurunya.

Habib Umar berkata saya mungkin melakukannya tapi saya akan melewatkan belajar bahasa Arab di Darul Musthafa. Habib Mundzir segera berkata bahwa saya tidak bisa melewatkan mendalami bahasa Arab dan bertanya apakah saya dapat kembali pada bulan Januari untuk Maulid Nabi. Izin diberikan dan saya akan kembali ke Tarim untuk waktu yang pendek, sepuluh hari atau lebih sebelum kembali ke Jakarta.

Hari-hari di Tarim yerasa begitu lama, aku rindu kembali berjumpa Habib Mundzir, Habib Muhammad al-Junayd dan semua yang saya telah temui.

Kembali ke Jakarta selama 5 minggu hanya meningkatkan cinta saya untuk Habib Mundzir. Sementara saya tidak melihat dia setiap hari, saya merasa kehadirannya ke manapun aku pergi. Aku melihat baliho dan tanda-tanda untuk Majelis Rasulullah, aku melihat wajahnya di manapun aku pergi.

Ketika kami bepergian aku melihat wajahnya di pikiran saya. Ia bersama saya di manapun aku pergi. Ketika aku bersamanya , ia akan selalu membuat saya duduk di sampingnya. Aku sangat malu. Inilah aku, seorang muallaf Amerika yang baru menganut agama Islam, usia 32 tahun, bukanlah sarjana, bukan seorang syaikh, namun Habib Mundzir selalu membuat saya duduk di sampingnya, dan juga untuk berbicara di maulid-maulid.

Saya ingat menanggalkan imamah saya di satu hari dan Habib Mundzir bertanya mengapa saya melakukannya, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saya merasa saya tidak layak memakai imamah, bukanlah seorang syaikh dan hanya seorang santri yang baru belajar. Dia bilang aku harus memakainya, itu adalah sunnah dan ketika Indonesia melihat orang Barat, khususnya orang Amerika, memakai imamah, itu adalah pengingat Nabi Muhammad Saw. dan mengikuti jalannya, dan bukan dari dunia.

Aku memakainya kembali untuk sisa perjalanan saya, dan melakukannya dengan perasaan mewakili Sang Nabi tercinta Saw. Saya melakukan perjalanan ke Pulau Sulawesi dengan Habib Muhammad al-Junayd dan Sayyid Hilmi al-Kaf untuk dakwah. Aku rindu Habib Mundzir dan ingin berada di Jakarta, tapi dia ingin aku bertemu orang-orang dan memanggil mereka kembali ke Islam. Bahwa perjalanan dakwah adalah unik dan indah dalam banyak cara.

Akhirnya, ketika tiba saatnya bagi saya untuk kembali ke Tarim, saya bertemu dengan dia di kantornya. Aku ingat kesedihan di wajahnya. Di hadapan ku adalah seorang pria, cucu dari Nabi Saw., yang bukan hanya Jakarta, tetapi berat seluruh Indonesia di pundaknya.

Meskipun ada begitu banyak organisasi dan habaib di Indonesia, tidak ada yang memiliki seperti dampak dan pengaruh Habib Mundzir, terutama ketika datang untuk pemuda. Melihat begitu banyak pria dan wanita muda, anak-anak berkumpul di bawah bendera Majelis Rasulullah, senyum dan cinta di wajah mereka. Pemuda Jakarta lagi-lagi memanggil-manggil kepada Allah dan RasulNya. Di manapun Habib Mundzir pergi, senyum dan kebahagiaan ada di sana. Itulah yang Habib Mundzir selalu membawa bersamanya; senyum dan cinta.

Mengucapkan selamat tinggal adalah saat yang sangat sulit bagi saya. Aku ingat bagaimana dia akan selalu mencium tanganku saat aku menciumnya setiap kali kita melihat satu sama lain. Aku ingat pelukan hangat yang diberikan kepada saya. Aku ingat setiap kali aku berbicara dia selalu menatapku dengan sukacita. Itu adalah tampilan ayah memberi ketika dia bangga akan anaknya.

Saya menyaksikan bagaimana dia dengan orang-orang, begitu lembut, begitu perhatian. Pelukan ini adalah jauh lebih lama dan intens. Aku ingat perjumpaan mata kita, aku ingat untuk tidak pernah ingin pernah membiarkan pergi. Aku melihat ke Habib Mundzir dengan begitu banyak cinta dan kekaguman. Dia hanya 8 tahun lebih tua dariku, tapi aku melihat dia seperti sosok ayah. Itu bagaimana dia membawa diri, jauh lebih tua, hikmat dan cerdas.

Pengabdian masyarakat untuk dia begitu kuat. Di mana saja Habib pergi, orang-orang menghargai dan menghormatinya. Cara dia membawa emosi jamaahnya, kekuatan doa saat mereka berseru bagi Allah. Saya tidak pernah merasa sangat kuat, kekuatan positif . Ini memberi saya harapan bagi umat. Orang-orang seperti Habib Mundzir adalah apa yang umat ini rindukan.

Orang-orang Indonesia memiliki ikatan yang unik dan mendalam untuk habaib tersebut. Mereka mencintai habaib dengan cara yang tidak ada orang lain di dunia lakukan, tapi Habib Mundzir adalah Habib mereka. Putra asli mereka, pendakwah Islam di Indonesia.

Berada di sekitar mereka, saya merasa bahwa terikat batin kepadanya. Dalam waktu singkat, cinta saya untuk Habib Mundzir seperti itu dari masyarakat Jakarta dan Indonesia. Aku merasa dia adalah “Habib saya.”

Kembali di Tarim saya merasa terjebak dan hilang. Saya telah menghabiskan tahun sebelumnya tanpa kelas bahasa Arab karena tingkat bahasa Arab saya terlalu rendah untuk dimasukkan ke dalam kelas.

Aku punya guru untuk mempersiapkan saya untuk tahun mendatang. Tapi aku tidak punya dorongan atau ambisi. Aku merasa begitu kehilangan dan putus asa. Waktu belajar baru dimulai hanya beberapa minggu yang lalu, dan aku merasa terisolasi. Motivasi saya hilang dari sangat sedikit untuk benar-benar padam. Aku telah kehilangan semua motivasi pada belajar dan belajar. Himmah saya hilang. Namun, saya selalu teringat Habib Mundzir dalam semua doa saya. Setiap malam sebelum aku pergi ke tempat tidur saya akan membuat doa untuk Habib Mundzir, untuk sukses dan pemulihan sehatnya.

Ketika saya diberitahu Habib Mundzir wafat, saya tidak akan percaya, seperti sahabat Umar Ra. setelah mendengar meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Aku segera mengirim pesan teks kepada keluarga Habib Mundzir dan mereka segera menelepon saya kembali. Saat aku mendengar mereka menangis melalui telepon, aku tahu itu benar. Hatiku hancur berkeping-keping. Dunia saya runtuh di sekitar saya. Itu perasaan yang sama saya rasakan ketika ayahku sendiri meninggal beberapa tahun yang lalu ketika saya berusia 17 tahun.

Aku berlari keluar dari Darul Musthafa dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan atau merasa apa. Habib Mundzir telah pergi...

Saat pergantian hari, air mata saya hanya terus meningkat dan aku merasa sangat kehilangan. Aku tidak bisa pergi ke kelas. Aku tidak bisa makan atau minum. Aku menangis dalam shalat. Saya tidak bisa berlama-lama dalam beberapa menit tanpa rasa kehilangannya masuk ke dalam hati dan pikiran saya. Teman menghibur saya tapi tidak bisa menghentikan air mata dan rasa sakit.

Saya menulis ini sehari setelah Habib Mundzir meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Allah Swt. Seperti yang saya katakan sebelumnya, hanya beberapa minggu yang lalu semester baru dimulai dan aku merasa kehilangan dengan tidak ada motivasi untuk belajar dan belajar. Saya menulis ini hari ini dengan semangat baru untuk belajar . Hal ini karena berlalunya Habib Mundzir, dimana himmah saya telah kembali ke saya, motivasi dan ambisi telah kembali. Saya percaya Habib Munzir mengawasi saya, dan saya ingin membuatnya bahagia .

Aku berniat dalam waktu dekat untuk memenuhi harapan saya itu belajar di Majelis Rasulullah. Habib Mundzir adalah saudaraku dalam Islam, serta sesama murid dari Habib Umar. Dia adalah syaikh saya, dan dia adalah teman saya. 

Sementara berurusan dengan kematiannya kemarin, seorang teman saya mengatakan kepada saya tentang hadits yang diriwayatkan oleh ibu kita Sayyidatuna Aisyah Ra. jiwa tertentu yang terhubung erat sebelum penciptaan. Aku merasakan kenyamanan besar dalam mempelajari hadits ini. Sementara aku hanya menghabiskan enam minggu di Jakarta, saya merasa seolah-olah saya telah tumbuh di bawah tatapan penuh kasih Habib Mundzir ini.

Habib Mundzir memiliki senyum yang berseri-seri, menerangi setiap ruangan dia masuk. Suaranya yang berat itu begitu kuat dan siapa mendengar dia berbicara atau membuat doa terpesona olehnya.

Dia baik hati dan lembut dengan orang-orang. Ketika datang kepada Rasulullah kakeknya Saw., ia tidak pernah ragu-ragu dalam menyebarkan pesannya. Semua yang Habib Mundzir lakukan adalah untuk Allah dan RasulNya, dan syaikh kami.

Dalam maulid, Habib Mundzir begitu terfokus, jadi terharu. Dia merasa dan melihat Rasulullah Saw. di setiap pertemuan. Masyarakat Jakarta mencintainya. Mereka mengagumi dia, mereka akan mati untuknya. Saya juga merasakan kekaguman yang mendalam dan cinta yang kuat untuknya, dan aku akan mati tanpa ragu-ragu untuk dia.

Pikiran saya selalu kembali ke pemikiran bagaimana jika saya telah belajar di sana selama enam bulan, bukan kembali ke Tarim. Dan Allah adalah yang terbaik dari Perencana.

Kita semua telah membaca cerita dari orang-orang yang hanya menghabiskan beberapa saat dengan Habib Mundzir, dan hati mereka terbuka dan mereka merasa perubahan dalam hati, bukaan dan rahasia. Saya seperti melihat cerita yang mustahil di zaman sekarang ini. Tidak sampai saya bertemu Habib Mundzir al-Musawa, saya menyadari betapa saat-saat yang sejati. Hanya sesaat, tapi lebih dari semua yang diperlukan. Sebuah tatapan dari salah satu auliya’ mengubah segalanya. Tatapan ini dapat terjadi dalam hidup mereka, atau di akhirat. Aku merasa tatapan Habib Mundzir itu pada saya dan saya merasa sekarang dan lebih intim dan intens setelah kematiannya.

Saya tidak pernah berpikir saya bisa sangat mencintai seseorang sebanyak Habib Umar bin Hafidz. Saya melihat Habib Umar sebagai ayah angkat saya. Ketika saya melihat Habib Umar, aku merasa seperti Sayyidina Zaid Ra. kepada Rasul Saw. Saya tidak pernah berpikir siapapun bisa memiliki dampak pada kehidupan saya seperti Habib Umar.

Ketika saya bertemu Habib Mundzir, seluruh dunia saya berubah. Tidak ada yang bisa memiliki cinta dan pengabdian untuk syaikh (guru) mereka dengan cara Habib Mundzir untuk Habib Umar. Aku belum pernah melihat penyerahan dan kepercayaan tersebu. Itu seolah-olah saya berada di antara Rumi dan Syams . Itu adalah kekuatan dan cinta di balik hubungan antara Habib Umar dan Habib Mundzir. 

Di sana ada ikatan khusus yang tidak ada orang yang benar-benar bisa mengerti. Tanpa pertanyaan, Habib Mundzir adalah salah satu yang paling dicintai Habib Umar, dan untuk Allah Swt. dan Nabi Saw.

Sejak kepergiannya, begitu banyak telah datang kepada saya menanyakan saya tentang Habib Mundzir. Seperti apa dia, cerita, kenangan. Itu hanya sehari sejak ia meninggalkan kami, namun rasanya seperti bertahun-tahun. Saya merasa beruntung telah mengenalnya.

Meskipun waktu yang terbatas saya habiskan bersamanya, saya merasa lebih terhubung ke dia sebagian. Saya mengatakan tanpa kesombongan atau keangkuhan. Allah Swt. memberkati saya untuk dihubungkan ke Habib Mundzir. Aku tahu jiwaku terhubung kepadanya . Itulah salah satu karunia terbesar yang pernah saya terima. Habib Umar dan Habib Mundzir adalah belahan jiwaku, dan suatu hari saya berharap untuk berjalan dalam bayangan mereka. Insya Allah ar-Rahman.

Kepergian Habib disimpan tidak hanya dalam iman saya kepada Allah dan Islam, itu menyelamatkan hidup saya. Saya berdoa Habib Mundzir diberikan surga firdaus dan hubungan dekat dengan kakeknya Rasulullah Saw. Saya berdoa untuk kita semua berduka karena kehilangan seseorang yang kita cintai begitu banyak dan begitu saying.

Saya berdoa untuk anak-anaknya menjadi perwujudan dan kesejukan ibu mereka di mata ayahnya. Saya berdoa untuk keluarga dan orang-orang yang mencintainya untuk melanjutkan warisannya. Saya berharap dan saya berdoa. 

Saya berdoa agar saya diberikan tawwasul (persambungan) Habib Mundzir di yaumul qiyamah. Saya berdoa untuk harapan, untuk niat yang kuat dan iman. Karena kau, ya Maulana, saya berharap…”

Syaikh Khalil, Tarim